Kamis, 05 Februari 2015

Guru profesi yang paling menyenangkan


Oleh: Saifullah Elfatih

Guru merupakan profesi yang paling menyenangkan, setiap hari bertemu dengan anak-anak yang ceria, semangat, penuh rasa ingin tahu, terlebih lagi menjadi guru di Sekolah Alam Indonesia​, yang metode pembelajarannya lebih banyak dilakukan di luar kelas. Karena kami selalu mempelajari setiap materi pembelajaran langsung kepada sumber ilmunya dan praktek langsung di lapangan.

Seperti dalam pembelajaran tentang kesenian dan kebudayaan kota Jakarta misalnya, kita pelajari teorinya dari berbagai sumber ilmu dan tidak jarang kita juga langsung mempraktekannya dalam pementasan seni betawi seperti lenong misalnya, lenong kali ini memerankan cerita Si Pitung Jagoan Betawi, selain mempelajari kebudayaanya, Siswa juga sekaligus belajar bermain seni peran. Atau mempelajari sejarah kota Jakartanya, kita ajak anak-anak keliling kota tua sambil menjelaskan asal mula Kota Jakarta dan bagaimana perkembangannya sampai saat ini, mulai dari museum Fatahilah, museum wayang, toko merah, jembatan intan, museum bahari dan berbagai tempat lainnya.

Bukan hanya pelajaran PLBJ aja, di pelajaran yang lain juga sama, seperti pelajaran IPA mempelajari berbagai jenis dan siklus batuan, kami langsung ajak siswa-siswi ke sumbernya, tidak tanggung-tanggung lumayan jauh, ke Kebumen Jawa Tengah. Kenapa Kebumen? karena disana pusatnya berbagai jenis batuan paling lengkap. Bukan hanya para ilmuwan Indonesia yang datang, para peneliti dari berbagai negarapun pada melakukan penelitiannya di sana.

Kembali ke topik awal kenapa guru profesi paling menyenangkan, selain setiap saat mengisi hari-hari dengan ceria, kadang bernyanyi, bermain peran, jalan-jalan menikmati indahnya alam sambil mentadaburinya. Juga mendapatkan pahala yang berlipat jika kita mengajarkannya dengan cara yang benar dan ikhlas.

Pernah suatu ketika salah satu dari orang tua siswa kami, menyampaikan testimoninya kepada kami selaku guru-guru, "Sebenarnya kami iri (iri positif) kepada Bapak/Ibu Guru, karena kami harus merelakan ladang pahala yang harusnya kami dapatkan, tapi kami serahkan kepada Bapak/Ibu Guru, yaitu mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat kepada anak-anak kami sejak dari usia dini". Yang sebenarnya bukan karena mereka tidak bisa mengajarkan, tapi lebih kepada tidak sempat dan tidak punya waktu untuk itu. Walau tidak bisa juga dipungkiri bahwa memang ada dari sebagian mereka yang memang tidak mampu untuk mengajarkannya.

Coba bayangkan, jika satu anak saja kita ajarkan baca Surat Alfatihah kemudian si anak bisa dan selalu membacanya dan mengulang-ulang bacaanya, membacanya setiap ia shalat, sampai ia dewasa, berapa banyak pahala akan mengalir pada yang mengajarkannya, yang sejatinya itu bisa didapatkan oleh orang tuanya. Belum lagi kita mengajarkan berbagai ilmu yang lainnya yang bisa mereka manfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar